Konsep Dasar Perakitan Padi Hibrida

 

       Padi (Oryza sativa) merupakan komoditas tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan sektor pertanian nasional. Hingga saat ini padi adalah bahan pangan utama untuk kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Permintaan akan padi terus mengalami peningkatan seiring dengan pendapatan per kapita masyarakat dan jumlah penduduk. Sementara itu, ketersediaan jumlah padi di Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional.

        Upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri terus dilakukan. Sejak tahun 2008 silang pemerintah menyelenggarakan program pengembangan padi hibrida melalui sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Pemerintah ingin menjadikan padi hibrida sebagai sumber baru pertumbuhan produksi beras nasional. Varietas padi hibrida ditargetkan mampu menyumbang tambahan tingkat produktivitas lebih tinggi daripada varietas inbrida. Pergeseran penggunaan benih padi inbrida ke benih padi hibrida harus diikuti oleh kemampuan memproduksi benih tersebut. Oleh sebab itu, usaha ke arah peningkatan produktivitas benih padi hibrida perlu dilakukan.

Padi hibrida merupakan jenis padi keturunan pertama atau F1 dari hasil persilangan antara dua varietas yang berbeda. Perakitan padi hibrida memerlukan tiga komponen utama, yaitu galur mandul jantan (GMJ), galur pemulih kesuburan (restorer), dan galur pelestari (maintainer). GMJ berperan sebagai tetua betina, galur pemulih kesuburan sebagai tetua jantan hibrida, dan galur pelestari untuk memperbanyak benih GMJ dan melestarikan tingkat kemandulan GMJ. Mandul jantan merupakan suatu kondisi dimana tanaman tidak mampu memproduksi polen fungsional. Sistem ini memudahkan dalam produksi benih hibrida dari sejumlah tanaman yang menyerbuk sendiri seperti padi.

GMJ yang digunakan dalam perakitan padi hibrida ialah mandul sitoplasmik genetik (cytoplasmic genetic male sterility), yang sifat kemandulnya didasarkan pada interaksi antara faktor di dalam sitoplasma dan gen pada inti sel. Untuk perbanyakannya, GMJ memerlukan bantuan tanaman lain (galur pelestari) yang memiliki gen yang dapat melestarikan GMJ, tanpa mengubah sifat-sifat yang dimiliki oleh GMJ itu sendiri. Galur pelestari adalah galur yang karakteristik genotipenya identik dengan GMJ hanya terdapat satu gen berbeda, yaitu gen resesif yang mengakibatkan polennya subur, sehingga dapat memperbaiki dan memperbanyak galur GMJ itu sendiri.


Gambar (a) perbanyakan Galur Mandul Jantan, (b) Perakitan padi hibrida 

Berdasarkan gambar diatas penamaan ketiga galur disimbolkan sebagai (A) untuk galur mandul jantan atau GMJ atau cytoplasmic male sterility, (B) galur pelestari (maintener), dan (R) galur pemulih kesuburan (restorer). Secara umum padi hibrida diproduksi melalui persilangan antara galur A dengan galur R. Galur A sendiri dihasilkan melalui persilangan antara galur A dengan galur B. Hal ini dikarenakan pollen galur A memiliki sifat steril yang tidak bisa menyerbuki sendiri, oleh karena itu untuk memperbanyak stok galur A digunakan galur pelestari. Fenomena tersebut terjadi akibat pengaruh genetik dan lingkungan.

Secara genetik di dalam sel pollen galur A memiliki sitoplasma yang steril (S) dan inti sel yang steril (rfrf) pula. Sedangkan  pollen galur B memiliki sitoplasma yang fertil (N) dan inti sel yang steril (rfrf), sehingga keturunan F1 adalah sama dengan induk betina yaitu galur A. Hal ini dipengaruhi oleh pewarisan sifat yang dibawa oleh induknya, bahwa DNA yang terdapat di dalam sitoplasma keturunanannya akan sama dengan ibunya, sedangkan DNA yang terdapat pada inti sel keturunannya akan sama dengan kedua orang tuanya.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi saat ini galur A dapat diproduksi secara massal tanpa peranan galur B. Galur A memiliki sifat yang responsif terhadap suhu lingkungan sehingga disebut sebagai galur Thermos Genetic Male Sterility (TGMS). Pengaruh suhu yang tinggi mampu menyebabkan padi galur A mandul secara mantap, sebaliknya pada suhu yang rendah menyebabkan padi galur A menjadi fertil sehingga mampu menyerbuki sendiri dan menghasilkan keturunan yang sama. Prinsip tersebut diterapkan oleh breeder untuk penyediaan stok galur A. Ketika akan merakit padi hibrida, galur A akan ditanam di daerah dataran rendah yang memiliki suhu yang tinggi, sebaliknya, ketika perbanyakan stok galur A akan ditanam di daerah dataran tinggi yang memiliki suhu yang rendah.

Kemudian, pembentukan padi hibrida berasal dari galur A disilangkan dengan galur R, dimana galur A yang memiliki sitoplasma steril (S) dan inti sel steril (rfrf) dengan galur R yang memiliki sitoplasma fertil (N) dan inti sel fertil (N), sehingga keturunan yang akan dihasilkan berupa F1 hibrida yang memiliki sifat sitoplasma steril (S) dan inti sel steril dan fertil (S/N). Hal itu merupakan salah satu faktor utama mengapa padi hibrida jika ditanam ke 1 hasilnya bisa tinggi, kemudian saat ditanam ke 2 hasilnya tidak sama malah cenderung menurun.

 

Penulis : Zefri Nur Zakaria

Komentar